23 Jun 2012

Pertamax Vs Premium: Pilih Sesuai Kompresi

PERTAMINA
Harga Pertamax dan Pertamax Plus melangit. Bagaimana pengguna kendaraan Pertamax, Perlu nggak ya… ‘turun derajat’ nenggak Premium? Apa sih kelebihan dan kekurangannya?

Turun pangkat pakai Premium, tenaga pasti berkurang. Wajar, angka oktan keduanya beda. Pertamax dipatok 92-95. Sedang Premium di angka 82. Angka oktan menyatakan kandungan molekul iso oktan di bensin. Molekul ini yang menahan terjadinya ngelitik atau detonasi. Sehingga makin tinggi oktan, kuat terhadap kompresi tinggi. “Kompresi berbanding lurus dengan angka oktan. Kompresi wajib diimbangi oktan tinggi,” jelas Colin Latung, konsultan perminyakan dari URS Indonesia. Kesesuaian angka oktan dengan kompresi akan memperkecil kemungkinan terjadi gejala nggelitik. “Kalau tetap memaksakan motor dengan kompresi tinggi menggunakan oktan rendah, piston akan jebol. Biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar.”

Artinya, mengubah penggunaan Premium tergantung kompresi motor. Dalam kondisi estede, lihat saja spesifikasi teknis kendaraan yang dibikin pabrikan. Motor 4-tak lokal umumnya punya kompresi kisaran antara 9:1 sampai 9,3:1. Bahkan, motor 4-tak impor seperti Suzuki Satria F150 berkompresi 10,2:1. “Kalau ingin tidak mengalami detonasi, turunkan kompresi. Ganjal head silinder dengan paking yang lebih tebal,”

Konsekuensinya, tenaga motor akan melorot. Menurut Colin, tidak masalah. “Ini untuk penggunaan harian bukan balap,” tambahnya.
Tapi, bagaimana dengan mengoplos aditif octane booster. “Penambahan itu tidak signifikan. Sebab, kandungan kimia octane seperti Metil Cyclo Pentan Dienyl Manganis Tricarbonil (MMT) tidak akan besar mendongkrak angka oktan,” ungkap Colin.
Bagaimana dengan motor 2-tak. Umumnya, perbandingan kompresi lebih rendah. Jadi, pindah pemakaian Pertamax ke Premium nggak masalah. Kebutuhan motor 2-tak terhadap kriteria bahan bakar dianjurkan menggunakan Premium. Misal, kompresi Kawasaki Ninja-RR 7,2:1. Data Premium beroktan 82-92. “Cukup menyuplai kebutuhan motor berkompresi 7:1-9:1,” jelas Freddyanto Basuki, assistant manager service division, PT Kawasaki Motor Indonesia.
Memang, penggunaan Premium perlu diwaspadai. Soalnya, bahan bakar itu belum
bebas timbel (luar Jabotabek).

OKTAN INDONESIA LEBIH RENDAH

Angka oktan bensin yang beredar di Indonesia menurut Colin Latung lebih rendah dibanding dengan sejenis di negara lain. Sebab, kita menganut Research Octane Number (RON). Sedangkan di negara lain, misal, Malaysia menganut Pump Octane Number (POM). “Angka POM didapat dari penjumlahan RON dan MON (Motor Octane Number). Hasilnya dibagi dua,” jelas Colin.
Dengan demikian, kalau angka RON Pertamax dikonversikan ke POM sudah pasti angkanya turun. “Jadi kualitas bahan bakar kita memang tidak baik,” tambah Colin.
Kurtubi, pengamat bahan bakar yang juga bekerja di PT Pertamina ngasih solusi. Kompetisi penyuplai bahan bakar minyak harus dibuka. “Pemerintah harus membuka keran pemain baru. Di sisi lain, rakyat harus tetap dilindungi. Harga tidak diserahkan ke pasar, tapi ditentukan oleh pemerintah,” jelas Staf Pengajar Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonsia ini.

TES PREMIUM DAN PERTAMAX

Rasio kompresi motor, sangat menentukan dalam pemilihan bahan bakar. Em-Plus coba ngetes motor kompresi tinggi diberi perlakuan beda. Seperti Suzuki Satria F150 kompresinya 10,2 : 1. Pertama tes diisi Pertamax. Kemudian digeber keliling Jakarta pas jam macet. Dari pukul 15:50-16:30.
Kondisi berboncengan. Pengendara 70 kg dan boncenger 60 kg. Hasilnya mencapai jarak tempuh 64 km. Menghabiskan Pertamax 2.100 cc, atau 2 liter lebih 100 cc. Berarti bisa dicari pemakaian BBM-nya. Sekitar 30,5 km/liter.
Perlakuan kedua diisi Premium. Tentu setelah tangki dikuras. Dites sendirian alias tanpa boncenger. Berat pengendara 65 kg. Dites di Jakarta sekitar jam 10 pagi

Kesimpulanya, Pertamax lebih irit meski dengan beban berat. Sebab tidak ada detonasi dan menghasilkan tenaga gede. Beda dengan pakai Premium. Gas harus dipelintir abis mulu. Sehingga boros.

Perbandingan Angka Oktan dan Kompresi

Pertamax Plus
Oktan= 95
Kompresi= 10:1 – 11:1
Pertamax
Oktan= 92
Kompresi= 9:1 – 10:1
Premium
Oktan= 82
Kompresi= 7:1 – 9:1

 MotoRcycLe

Premium Campur Pertamax Plus

Dengan ditundanya kenaikan harga BBM, rakyat Indonesia dapat bernafas dengan lega. Namun cepat atau lambat harga BBM akan naik mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia. Untuk mencegah membengkaknya jumlah subsidi untuk bahan bakar minyak, muncullah ide premium campur pertamax. Ide untuk mencampur premium dengan pertamax ini dilontarkan oleh beberapa pejabat negara dan petinggi Pertamina.

Widjajono Partowidagdo, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melontarkan gagasan agar Pertamina memproduksi premix. Premix tidak lain adalah premium campur pertamax. Rencananya bahan bakar beroktan 90 ini akan dijual dengan harga Rp. 7.200,- per liter. Namun untuk merealisasikan rencana ini masih diperlukan persetujuan DPR.

Ketimbang mencampur premium dengan pertamax, akan lebih baik bila premium dicampur dengan pertamax plus. Karena angka oktan pertamax plus adalah 95, sehingga lebih tinggi dibanding pertamax yang hanya 92. Selain itu, selisih harga antara pertamax dengan pertamax plus hanya beberapa ratus rupiah.

Berikut ini harga dan angka oktan ketiga bahan bakar tersebut:

Premium dengan angka oktan 88 seharga Rp. 4.500,-.
Pertamax dengan angka oktan 92 seharga Rp. 10.200,-.
Pertamax Plus dengan angka oktan 95 seharga Rp. 10.500,-.

Apabila kita mencampur Premium dengan Pertamax dengan perbandingan 1:1, maka akan dihasilkan bahan bakar dengan angka oktan 90 dengan harga Rp. 7.350,- per liter. Premium campur Pertamax inilah yang oleh beberapa pengusul disebut sebagai Premix. Sebenarnya masih ada campuran yang lebih baik dibanding Premix, yaitu Premium campur Pertamax Plus. Bahan bakar ini adalah campuran antara Premium dengan Pertamax Plus dengan perbandingan 1:1. Dari Premium campur Pertamax Plus ini, akan diperoleh bahan bakar dengan angka oktan 91,5 dan harga Rp. 7.500,- per liter.

Bayangkan! Dengan Premium campur Pertamax Plus kita akan mendapatkan bahan bakar yang kualitasnya hampir sama dengan Pertamax namun dengan harga yang jauh lebih murah. Lalu mengapa para petinggi itu malah mengusulkan Premix yang angka oktannya lebih rendah dibanding Premium campur Pertamax Plus? Biarlah angin yang menjawabnya.

Sebenarnya kita dapat mengoplos sendiri Premium campur Pertamax Plus ini. Misalnya bila Anda ingin mengisi bahan bakar sebanyak 20 liter, maka Anda dapat mengisi Premium sebanyak 10 liter ditambah Pertamax Plus sebanyak 10 liter. Sehingga total biayanya adalah Rp. 45.000,- + Rp. 105.000,- = Rp. 150.000,-. Angka ini tentu jauh lebih murah dibanding membeli Pertamax yang biayanya menjadi 20 x Rp. 10.200,- = Rp. 204.000,-.

Apakah campuran ini aman bagi kendaraan? Saya sudah menjelajahi beberapa forum, dan semuanya mengatakan Premium campur Pertamax Plus aman bagi kendaraan karena bahan dasar Premium sama dengan bahan dasar Pertamax.

Lalu apakah Premium campur Pertamax Plus legal? Hingga saat ini (6 April 2012) tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang melarang masyarakat umum untuk melakukannya.
 Wibowo Tunardy

Komparasi Premium VS Pertamax, Hitung Jarak dan Harga

Rencana menaikkan harga BBM bersubsidi alias Premium jadi Rp 6.000 memang diundur, tapi masih relevan nggak ya kita tetap menggunakan Premium untuk motor kesayangan? Sebab dengan perbedaan harga yang makin kecil antara BBM bersubsidi dan non subsidi terutama Pertamax, secara ekonomis bisa langsung membandingkan antara jarak tempuh yang dicapai oleh masing-masing jenis BBM ini.

Untuk itu, MOTOR Plus coba mengkomparasi jarak yang ditempuh jenis BBM Premium, Pertamax dan Pertamax Plus. Agar data didapat lebih akurat, komparasi dilakukan pada satu motor, jenis dan merek sama. Satu skubek karburator disiapkan.


Perbandingan harga dan jarak tempuh

Biar pengukuran lebih presisi, tampungan bahan bakar untuk suplai ke karburator menggunakan tabung infus. Pasokan bahan bakar ke karburator dibypass langsung dari tabung infus dengan bahan bakar yang telah ditentukan. Kemudian sisa bahan bakar di karburator pun dikosongkan terlebih dahulu. Untuk mengukur banyaknya bahan bakar, alatnya dipakai gelas ukur.

Dalam pengujian kecepatan dibatasi tidak lebih 50 km/jam. Metode pengetesan melewati tahap atau proses stop and go pula. Artinya motor sesuai dengan peruntukan harian atau normal. Pengendara yang bertugas sama, tinggi 172cm dengan bobot 65 kg.

Tes pertama dilakukan dengan menggunakan Premium. Setelah pengujian dilakukan dua kali pengetesan didapat jarak tempuh dengan menggunakan Premium sejauh 43 km per liter.

 Tiga jenis BB, Pertamina dites, Dari gelas ukur dituang ke tabung biar presisi 

Langkah metode dan cara bawa masih sama dan lokasi yang sama dilakukan untuk jenis Pertamax. Hasilnya jarak tempuh skubek 48 km per liter. Tentunya dengan kecepatan rata-rata motor masih tetep konstan di 50 km/jam.

Terakhir pengujian dilakukan dengan menggunakan BBM jenis Pertamax Plus. Didapat hasil jarak tempuh kendaraan sejauh 50 km per liter.

Kesimpulannya dari semua bahan bakar yang diuji, Premium lebih pendek 7 km lebih banyak dibanding Pertamax Plus atau 16 persen lebih pendek. Sedangkan dibanding Pertamax, Premium lebih pendek 5 km atau 11,6 persen.

Jika dihitung secara harga 1 liter premium dengan harga yang akan datang diperkirakan Rp 6.000 atau lebih murah Rp 3.350 atau sekitar 55,8 persen dibanding Pertamax. Dan lebih murah Rp 3.850 atau sekitar 64 persen dibanding Pertamax Plus. (Harga per 21 Maret 2012).

So, jika melihat hasil perbandingan ini memang masih tetap hemat Premium. Terlepas dari hasil pengujian, data di atas bisa dijadikan bahan pertimbangan ketika memilih dan menggunakan jenis bahan bakar. Tinggal sesuaikan dengan kebutuhan dan karakter kendaraan.

 (motorplus-online.com)

PERBANDINGAN KONSUMSI BBM CDI dengan PLATINA :

Perbandingan konsumsi bahan bakar (BBM) antara sistem pengapian konvensional (platina) dan sistem pengapian elektronik (CDI) lebih irit yang mana?

Sebenarnya untuk konsumsi bahan bakar antara platina dan cdi adalah sama, cuma untuk platina ada perubahan fisik yang mengakibatkan sistem pengapian berubah (karena masih bekerja secara mekanis) dan berimbas tarikan kurang dan kita cenderung menginjak pedal gas agar mobil melaju lebih kencang dengan seting platina yang sudah berubah walhasil konsumsi bahan bakar menjadi meningkat dan jadi boros.

Sebagai gambaran bisa kita perhatikan diagram pada gambar, Untuk konsumsi bahan bakar sistem pengapian CDI akan stabil selamanya, tetapi pada sistem pengapian platina dengan adanya gesekan dan keausan pada ebonit dengan as delco akan menjadikan setelan platina berubah ditambah lagi kondisi as delco yang sudah aus, tentu akan mengakibatkan perubahan celah platina semakin sempit. Dengan adanya perubahan celah platina secara otomatis akan berpengaruh terhadap maju mundur timing pengapian. Sehingga semakin lama pada sistem platina mengakibatkan konsumsi bahan bakar bertambah boros dan tenaga berkurang. misal konsumsi bbm mesin 1:13, pada sistem pengapian CDI akan stabil 1:13 dari waktu ke waktu, tetapi untuk sistem pengapian platina akan berubah menjadi boros pada setiap bulannya (tergantung pemakaian dan mekanisme delco) ditambah dengan kodisi fisik permukaan platina yang seringkali gompal dan berlubang.

Sehingga CDI tidak bisa bikin bahan bakar irit, cuma bikin konsumsi bahan bakar stabil dari waktu ke waktu tidak seperti platina yang berubah jadi boros dari waktu ke waktu.

Jadi kita bisa memahami Irit Manakah Konsumsi BBM Antar Sistem Pengapian Platina dan CDI?
FAKTA : semua mobil dan motor keluaran terbaru sudah tidak ada yang menggunakan teknologi platina pada sistem pengapiannya

cdi-platina
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews